CENTRALNESIA – Donald Trump terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat pada Pemilu 2024 meskipun ia sedang menghadapi berbagai kasus hukum, termasuk kasus pembayaran uang tutup mulut (hush money) di New York. Kasus ini menambah deretan masalah hukum yang tengah dihadapinya, baik di tingkat negara bagian maupun federal. Situasi ini sangat unik karena belum pernah ada seorang terdakwa kasus kriminal yang terpilih menduduki jabatan politik tertinggi di AS, apalagi seorang mantan presiden yang dituntut pidana, seperti yang terjadi dengan Trump.
Pada bulan November ini, seorang hakim di New York akan menjatuhkan hukuman kepada Trump terkait pembayaran uang tutup mulut yang dilakukan pada masa kampanye 2016 kepada bintang film porno, Stormy Daniels, yang mengklaim memiliki hubungan dengan Trump, meskipun Trump membantahnya. Pengadilan ini telah ditunda beberapa kali, termasuk menjelang pemilu, agar tidak memengaruhi hasil pemilu.
Terkait kasus pembayaran uang tutup mulut, Trump dijadwalkan hadir di pengadilan New York pada 26 November untuk menerima vonisnya. Ia telah dinyatakan bersalah atas 34 tuduhan memalsukan catatan bisnis untuk menutupi pembayaran tersebut. Namun, masih ada kemungkinan bahwa hukuman itu dapat dibatalkan. Pada 12 November, hakim akan memutuskan apakah akan menghapus hukuman berdasarkan keputusan Mahkamah Agung AS yang memberikan kekebalan hukum kepada presiden.
Jika hakim tidak membatalkan keputusan tersebut, tim pengacara Trump diperkirakan akan meminta penundaan hukuman untuk mengajukan banding. Proses banding ini bisa memakan waktu lama, dan Trump bisa tetap bebas selama proses tersebut. Jika hakim tetap melanjutkan proses hukum, Trump bisa dijatuhi hukuman penjara empat tahun, meskipun hakim juga bisa memberikan hukuman yang lebih ringan, seperti masa percobaan, tahanan rumah, atau denda.
Namun, karena Trump akan mulai menjabat kembali sebagai presiden pada 20 Januari 2025, pengacara Trump mungkin akan mengangkat isu konstitusional terkait apakah seorang hakim negara bagian memiliki kewenangan untuk menjatuhkan hukuman kepada seorang presiden terpilih. Proses hukum ini dapat berlangsung lama dan melewati berbagai tingkat pengadilan, bahkan hingga Mahkamah Agung AS. Selain itu, karena ini adalah kasus hukum negara bagian, Trump tidak dapat memberi pengampunan terhadap dirinya sendiri setelah dilantik kembali sebagai presiden.
More Stories
Xi Jinping Kirim Pesan ke Trump, Serukan Hubungan Akrab antara AS dan China
PM Ishiba Sebut Trump Sebagai Sosok yang Ramah dan Jujur dalam Percakapan
Biden Janjikan Transisi Pemerintahan yang Lancar untuk Trump