CENTRALNESIA – Wabah kolera yang melanda Sudan Selatan sejak 28 Oktober 2024 telah merenggut hampir 60 nyawa dan menginfeksi lebih dari 6.000 orang, menurut laporan Menteri Informasi dan Komunikasi Sudan Selatan, Michael Makuei Lueth, pada Jumat (13/12).
Berbicara setelah pertemuan Kabinet yang dipimpin Presiden Salva Kiir Mayardit, Lueth mengungkapkan bahwa wabah ini terutama menyebar di kamp-kamp pengungsi internal (IDP) di ibu kota Juba, Rubkona di Negara Bagian Unity, Aweil di Bahr el Ghazal Utara, serta kamp pengungsi di Renk.
Konsentrasi di Kamp Pengungsi dan Daerah Rentan
Kolera telah merebak di kalangan pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Sudan. Kondisi di kamp pengungsi, seperti sanitasi yang buruk, minimnya akses air bersih, serta kebiasaan buang air besar sembarangan, telah memperburuk situasi ini.
“Kolera kini telah menyebar ke mana-mana. Kami telah kehilangan sekitar 60 orang dan mencatat lebih dari 6.000 kasus,” kata Lueth.
Anak-anak balita dan orang tua menjadi kelompok paling rentan terhadap penyakit ini. Dengan banyaknya pengungsi yang tinggal di kamp-kamp transit dan pusat pengungsian yang padat, risiko penyebaran penyakit semakin meningkat.
Upaya Vaksinasi dan Permintaan Bantuan
Pemerintah Sudan Selatan, bersama badan-badan PBB, telah memulai kampanye vaksinasi kolera untuk menekan penyebaran wabah ini. Namun, pasokan vaksin masih terbatas dan baru dikirim ke daerah-daerah prioritas seperti Renk, tempat gelombang pengungsi terbesar masuk dari Sudan.
“Kementerian Kesehatan telah meminta tambahan vaksin karena jumlah yang ada saat ini sangat sedikit,” tambah Lueth.
Selain vaksinasi, pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk menjaga kebersihan, mengonsumsi makanan dan minuman hangat, serta menghindari makanan dingin, sebagai langkah perlindungan terhadap kolera.
Dampak Wabah di Sudan dan Gelombang Pengungsi
Kolera pertama kali terdeteksi di Sudan, di mana wabah telah memengaruhi lebih dari 40.000 orang. Konflik di Sudan sejak April 2023 memicu lebih dari 880.000 orang melarikan diri ke Sudan Selatan, menjadikan Renk sebagai pintu masuk utama bagi para pengungsi.
PBB mendukung pengelolaan pusat transit untuk menyediakan layanan dasar, seperti air bersih dan sanitasi, namun upaya tersebut belum mampu sepenuhnya menangani situasi krisis ini.
Seruan untuk Penanganan Cepat
Wabah ini menyoroti kebutuhan mendesak akan bantuan internasional untuk mengatasi krisis kesehatan di Sudan Selatan. Selain menekan angka kematian, fokus pada peningkatan sanitasi, penyediaan air bersih, dan distribusi vaksin di daerah terdampak menjadi prioritas utama untuk mengendalikan wabah yang mematikan ini.
Sudan Selatan kini menghadapi tantangan besar untuk melindungi jutaan warganya, di tengah kondisi kemanusiaan yang semakin kritis akibat konflik di wilayah sekitarnya.
More Stories
Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese Desak Polandia Tangkap Benjamin Netanyahu jika Berkunjung
Kotak Hitam Pesawat Jeju Air Tidak Memiliki Data Empat Menit Terakhir Sebelum Ledakan
Slovakia Pertimbangkan Penghentian Bantuan ke Ukraina di Tengah Sengketa Transit Gas Rusia