January 18, 2025

Centralnesia

Pusat Berita, Pusat Informasi

Banyak Perusahaan PHK Karyawan Gen Z di 2024, Ini Sebabnya

Banyak Perusahaan PHK Karyawan Gen Z di 2024, Ini Sebabnya

CENTRALNESIA – Tahun 2024 menjadi masa yang penuh tantangan bagi generasi Gen Z. Lulusan baru kesulitan mendapatkan pekerjaan, sementara banyak dari mereka yang sudah bekerja juga terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Data dari Intelligent, sebuah platform konsultasi pendidikan dan karier, mengungkap bahwa sekitar 60% perusahaan melaporkan memecat karyawan Gen Z yang baru direkrut pada tahun ini.

Alasan utama PHK meliputi rendahnya motivasi, kurangnya profesionalisme, dan kemampuan komunikasi yang lemah.

“Fresh graduate sering kali tidak siap menghadapi dunia kerja yang berbeda dari lingkungan pendidikan mereka. Banyak yang kesulitan beradaptasi dengan struktur kerja, budaya perusahaan, dan ekspektasi mandiri,” ungkap Huy Nguyen, kepala penasihat pendidikan di Intelligent, sebagaimana dikutip dari Euronews.

Survei lain pada bulan April juga menunjukkan bahwa Gen Z sangat bergantung pada dukungan orang tua saat mencari pekerjaan. Sebanyak 70% mengaku meminta bantuan orang tua dalam proses melamar pekerjaan, bahkan 25% membawa orang tua mereka ke wawancara kerja.

Alasan Perusahaan Memecat Karyawan Gen Z

Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi alasan perusahaan memberhentikan karyawan Gen Z:

  1. Kurangnya motivasi/inisiatif – 50%
  2. Kurangnya profesionalisme – 46%
  3. Keterampilan organisasi yang buruk – 42%
  4. Keterampilan komunikasi yang lemah – 39%
  5. Kesulitan menerima kritik – 38%
  6. Minimnya pengalaman kerja relevan – 38%
  7. Keterampilan pemecahan masalah buruk – 34%
  8. Keterampilan teknis tidak memadai – 31%
  9. Ketidakcocokan budaya – 31%
  10. Sulit bekerja dalam tim – 30%

Pengalaman Gen Z yang Terkena PHK

Gebsy (nama samaran), seorang Gen Z berusia 25 tahun dari Jakarta, mengaku menjadi korban PHK setelah tiga bulan bekerja di sebuah perusahaan teknologi. Ia merasa alasan utama pemecatan adalah ketidakcocokan dengan ekspektasi perusahaan.

“Mereka terlalu kolot, sering meremehkan, dan tidak mendukung kreativitas saya. Selain itu, keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi juga tidak ada,” kata Gebsy kepada CNBC Indonesia.

Selain masalah budaya kerja, Gebsy merasa motivasinya menurun karena gaji yang jauh di bawah UMP DKI Jakarta (Rp3,7 juta). Sebagai lulusan Desain Komunikasi Visual, ia menganggap gaji tersebut tidak sebanding dengan pekerjaannya sebagai desainer grafis, apalagi sering diminta menyelesaikan tugas di luar tanggung jawab pokok.

Pengalaman seperti Gebsy menjadi gambaran tantangan yang dihadapi generasi muda dalam dunia kerja modern.