December 28, 2024

Centralnesia

Pusat Berita, Pusat Informasi

Kejati Kepri Terapkan Keadilan Restoratif untuk Penghentian Kasus Narkoba

Kejati Kepri Terapkan Keadilan Restoratif untuk Penghentian Kasus Narkoba

CENTRALNESIA – Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri) baru-baru ini membuat keputusan penting dengan menghentikan penuntutan terhadap sebuah kasus narkoba melalui pendekatan keadilan restoratif (restorative justice). Langkah ini menjadi yang pertama kalinya diambil oleh Kejati Kepri dalam menangani kasus narkoba dengan pendekatan yang lebih berfokus pada rehabilitasi daripada hukuman, khususnya bagi pengguna narkoba yang memenuhi kriteria tertentu sebagai penyalahguna. Pendekatan ini juga mencerminkan komitmen Kejati Kepri dalam mengikuti Pedoman Jaksa Agung RI Nomor 18 Tahun 2021, yang mendukung penanganan kasus penyalahgunaan narkotika melalui rehabilitasi bagi pelaku yang dianggap layak menerima upaya pemulihan sosial.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Kepri, Yusnar Yusuf, penerapan keadilan restoratif ini diperuntukkan bagi terdakwa yang merupakan pengguna narkotika tanpa keterlibatan sebagai produsen, pengedar, atau bagian dari jaringan gelap narkoba. Terdakwa dalam kasus ini, Alnadwi Abdulghani Mofareh N, adalah seorang warga negara Arab Saudi yang ditangkap oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Kepulauan Riau pada bulan Agustus 2024. Pada saat penangkapan, petugas menemukan dua paket ganja seberat 1,1 gram dan 1,6 gram di tempat tinggalnya di kawasan Batam Center, yang ia akui telah dibeli dari seorang yang tidak dikenalnya untuk konsumsi pribadi. Barang bukti tersebut termasuk kategori jumlah yang tergolong kecil, yakni di bawah 5 gram, sehingga memenuhi syarat untuk penerapan keadilan restoratif sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010.

Penghentian penuntutan dalam kasus ini telah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) di Kejaksaan Agung pada 30 Oktober 2024. Hal ini menegaskan bahwa langkah tersebut tidak hanya diputuskan oleh pihak Kejati Kepri, tetapi juga melalui proses evaluasi dan pengawasan di tingkat pusat. Persetujuan ini menggarisbawahi pentingnya prinsip asas “dominus litis” dalam kasus pidana, yang memungkinkan jaksa untuk memiliki peran penting dalam menentukan penanganan kasus berdasarkan analisis terhadap dampak sosial dan risiko residivis.

Proses ini dilengkapi dengan berbagai langkah asesmen, termasuk tes urine yang menunjukkan bahwa terdakwa positif mengandung zat aktif THC (tetrahydrocannabinol), zat psikoaktif dalam ganja. Selain itu, tim asesmen terpadu dari BNNP Kepri bersama tim dokter menyatakan bahwa terdakwa layak untuk menjalani rehabilitasi, bukan hukuman pidana. Ini sesuai dengan prinsip keadilan restoratif yang tidak hanya bertujuan untuk menegakkan hukum, tetapi juga membantu mengintegrasikan kembali penyalahguna ke dalam masyarakat melalui pendekatan yang lebih manusiawi.

Penghentian penuntutan ini menjadi tonggak awal dalam penerapan keadilan restoratif pada kasus narkoba di Kepri, yang hingga saat ini lebih sering diterapkan pada tindak pidana ringan. Program ini juga diterapkan dengan memperhatikan dampak sosial dan persetujuan masyarakat, di mana keputusan ini didukung oleh pandangan positif dari masyarakat terhadap konsep rehabilitasi untuk kasus penyalahgunaan narkotika. Dengan menerapkan kebijakan ini, Kejati Kepri berharap dapat mengurangi jumlah pengguna narkoba yang dipidana dan menggantinya dengan pendekatan pemulihan sosial.

Setelah penuntutan dihentikan, Kepala Kejaksaan Negeri Batam yang menangani perkara ini akan menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Kejati Kepri berharap langkah ini bisa menjadi model penanganan yang berkelanjutan, khususnya untuk kasus penyalahguna narkoba di wilayahnya.

Keadilan restoratif dalam penanganan kasus narkoba telah menjadi inisiatif yang diadopsi oleh Kejaksaan RI di beberapa wilayah di Indonesia, dengan Kejati Jawa Timur menjadi salah satu pelopor penerapan model ini. Langkah ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih efektif untuk masalah penyalahgunaan narkotika, mengurangi angka residivis, dan memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mendapatkan rehabilitasi, serta berkontribusi pada pengurangan beban penjara.