CENTRALNESIA – Pemerintah China menyatakan kemarahan mereka atas penjualan senjata terbaru Amerika Serikat (AS) ke Taiwan, yang diperkirakan mencapai USD 2 miliar (sekitar Rp31 triliun). Paket persenjataan ini termasuk sistem rudal darat ke udara dan radar canggih, yang diharapkan mampu memperkuat pertahanan Taiwan di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan Asia Pasifik.
Pada Jumat (25/10/2024), Departemen Luar Negeri AS mengumumkan persetujuan paket penjualan senjata ini, yang saat ini hanya menunggu persetujuan dari Kongres sebelum disalurkan ke Taiwan. Langkah ini langsung direspons oleh Kementerian Luar Negeri China dengan kecaman keras, menyebutnya sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan dan keamanan nasional mereka.
“Kami mengutuk tindakan ini dan telah menyampaikan protes resmi kepada AS. Ini sangat merusak hubungan bilateral dan mengancam stabilitas di Selat Taiwan,” ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Sabtu (26/10/2024). Pernyataan tersebut menegaskan, China siap mengambil “tindakan yang diperlukan” untuk mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayahnya.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Taiwan menyambut baik keputusan AS, menyatakan bahwa langkah ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan pertahanan Taiwan dalam menjaga perdamaian di Selat Taiwan. Taiwan menyatakan bahwa dukungan AS akan membantu mempertahankan stabilitas di kawasan yang terus memanas.
China melihat Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan telah memperingatkan bahwa kemerdekaan pulau tersebut adalah “garis merah” yang tidak boleh dilanggar. Beijing juga mengintensifkan patroli militer dengan mengirimkan pesawat, drone, dan kapal perang ke wilayah perairan dekat Taiwan hampir setiap hari. Bahkan, bulan ini, Taiwan melaporkan rekor penerbangan 153 pesawat militer China di dekat wilayahnya dalam satu hari.
Pemerintah China menuduh AS menyimpang dari kebijakan “Satu China” dengan secara terang-terangan mendukung Taiwan. Washington sendiri tidak secara eksplisit mendukung kemerdekaan Taiwan, tetapi tetap memberikan dukungan militer dan diplomatik, yang menurut China melibatkan campur tangan asing dalam isu kedaulatan yang mereka anggap sangat sensitif.
More Stories
Presiden Sri Lanka Luncurkan Program “Clean Sri Lanka” untuk Transformasi Moral dan Lingkungan
Jerman Sambut Tahun Baru di Tengah Tragedi dan Kontroversi Kembang Api
FBI Temukan Lebih dari 150 Bom Rakitan dan Bahan Peledak di Rumah Warga Virginia