February 5, 2025

Centralnesia

Pusat Berita, Pusat Informasi

DPR Pertimbangkan Putusan MK Terkait “Parliamentary Threshold” dalam Revisi UU

DPR Pertimbangkan Putusan MK Terkait "Parliamentary Threshold" dalam Revisi UU

CENTRALNESIA – Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen (parliamentary threshold) akan menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam revisi undang-undang (UU) atau penyusunan Omnibus Law di bidang politik.

Menurut Dasco, hingga saat ini DPR belum memutuskan apakah poin-poin putusan MK, termasuk presidential threshold dan parliamentary threshold, akan dimasukkan dalam revisi UU atau Omnibus Law. Hal ini akan dibahas setelah masa reses berakhir pada 15 Januari. Namun, ia menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan wajib dilaksanakan.

“Kami belum memutuskan apakah revisi UU atau Omnibus Law akan mencakup putusan tersebut,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa.

Ia menambahkan bahwa DPR akan melakukan kajian mendalam terhadap putusan MK yang memberikan ruang untuk penyusunan norma baru. Kajian ini bertujuan agar produk legislasi yang dihasilkan tidak melanggar aturan yang berlaku.

“MK juga mengingatkan agar jumlah calon presiden tidak terlalu banyak ataupun terlalu sedikit,” tambahnya.

Pada 2 Januari, MK menghapus aturan ambang batas minimal pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Pasal yang dihapus tersebut sebelumnya mengatur bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai yang memiliki 20 persen kursi di DPR RI atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif sebelumnya.

Selain itu, pada 29 Februari 2024, MK juga mengabulkan sebagian gugatan Perludem terkait penghapusan ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara sah nasional dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

MK menilai bahwa ambang batas parlemen mengurangi hak rakyat baik sebagai pemilih maupun yang dipilih. Bahkan, suara calon dengan dukungan lebih banyak pun bisa terabaikan jika partainya tidak mencapai ambang batas parlemen.