CERNTRALNESIA – Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menekankan pentingnya pendidikan politik bagi masyarakat dalam rangka menghindari polarisasi pada Pilkada Serentak 2024, terutama yang diakibatkan oleh isu SARA, ujaran kebencian, dan hoaks.
Menurutnya, masyarakat perlu menggali informasi yang benar mengenai calon kepala daerah untuk memilih secara bijaksana. Namun, ia mengingatkan adanya praktik-praktik kampanye yang tidak bertanggung jawab, seperti politisasi SARA, penyebaran ujaran kebencian, dan hoaks yang bertujuan untuk menyerang pribadi kandidat. Praktik tersebut, kata Bagja, bertujuan mengacaukan situasi, sehingga dapat mempengaruhi partisipasi dan kepercayaan publik terhadap kandidat tertentu.
Bagja juga menyoroti dampak negatif penggunaan media sosial, yang jika tidak dikendalikan, dapat memperburuk polarisasi masyarakat. Contoh nyata dampak tersebut terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019, yang menunjukkan ancaman bagi keamanan dan persatuan bangsa.
Meski demikian, ia melihat perkembangan positif pada Pemilu 2024, di mana kerja sama antara Bawaslu, KPU, pemerintah, dan masyarakat sipil—termasuk inisiatif cek fakta—berhasil menurunkan ketegangan serta menekan politisasi SARA di media sosial.
Bagja menegaskan bahwa cek fakta adalah pilar utama dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas dan berintegritas, bebas dari hoaks dan ujaran kebencian. Sebagai pemegang kedaulatan, masyarakat perlu mendapatkan pendidikan politik yang bertanggung jawab. Untuk meningkatkan kualitas demokrasi, Bagja menekankan perlunya kerja sama dan pengawasan partisipatif dalam pemilihan, serta pelaporan jika ditemukan indikasi pelanggaran seperti hoaks atau politisasi SARA di media sosial.
More Stories
DKPP Optimistis Pelanggaran KEPP pada Pilkada 2024 Lebih Sedikit Dibandingkan Pemilu
Yandi, Predator Anak, Diberi Permintaan Orang Tua Korban untuk Menyerahkan Diri, Namun Menolak
Humas Polda Metro Jaya Ikuti Pelatihan untuk Mencegah Hoaks Menjelang Pilkada