CENTRALNESIA – Wakil Kementerian Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur sanksi pidana bagi aparatur sipil negara (ASN), pejabat daerah, dan aparat TNI/Polri yang melanggar netralitas dalam pemilu menjadi bahan evaluasi sistem kepemiluan di Indonesia.
“Ini menjadi masukan untuk mengevaluasi sistem kepemiluan,” ungkap Bima usai menghadiri rapat bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Senin (18/11).
Urgensi Evaluasi Sistem Pemilu dan Pilkada
Bima menegaskan pentingnya evaluasi sistem pemilu dan pilkada untuk mencegah ketidaknetralan aparat negara. Menurutnya, pelanggaran netralitas sering kali berkaitan dengan kelemahan sistem.
“Ke depan, salah satu urgensi dari evaluasi ini adalah membangun sistem yang mencegah ketidaknetralan. Semua berkaitan dengan sistem seperti apa yang diterapkan,” katanya.
Implementasi Putusan MK
Putusan MK yang bersifat final dan mengikat (final and binding) akan segera diterapkan oleh Kemendagri. Dalam putusan tersebut, ASN, pejabat daerah, TNI/Polri yang tidak netral dalam pilkada dapat dikenakan sanksi pidana hingga penjara dan denda maksimal Rp6 juta sesuai Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.
Namun, Bima menekankan bahwa penguatan netralitas aparat negara tidak cukup hanya melalui sanksi.
“Netralitas tidak hanya bisa dicapai lewat pemberian sanksi, tetapi juga melalui bangunan sistem yang lebih baik,” jelasnya.
Isi Putusan MK
Pada 14 November 2024, MK mengabulkan gugatan mengenai sanksi pelanggaran netralitas ASN, pejabat daerah, dan aparat negara dalam pilkada. Revisi Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 kini mencakup pejabat daerah dan aparat TNI/Polri, yang sebelumnya tidak diatur secara spesifik dalam pasal tersebut.
Langkah Kemendagri
Kemendagri akan memprioritaskan pembenahan sistem pemilu agar netralitas aparat negara dapat dijamin. Langkah ini akan melibatkan penyusunan kebijakan berbasis pencegahan pelanggaran dan edukasi terkait prinsip netralitas.
Dengan sistem yang diperbaiki, diharapkan proses pemilu dan pilkada ke depan dapat berlangsung lebih adil, transparan, dan demokratis tanpa intervensi dari aparat negara.
More Stories
Pemerintah Indonesia Pulangkan Terpidana Mati Serge Atlaoui ke Prancis karena Alasan Kesehatan
Ketua DPRD Kepri Minta Aktivitas di Hutan Mangrove Pulau Sugi Dihentikan Sementara
Megawati Soekarnoputri Hadiri World Leaders Summit on Children’s Rights di Vatikan