CENTRALNESIA – Pendiri sekaligus anggota Majelis Hukama Muslimin (MHM), Quraish Shihab, menyampaikan bahwa banyak tokoh agama dari berbagai iman ingin mempelajari praktik toleransi di Indonesia. Hal ini muncul dalam pertemuan lintas agama di berbagai belahan dunia, di mana Indonesia dianggap sebagai contoh dalam mengelola perbedaan secara harmonis.
Quraish menjelaskan bahwa makna toleransi bukan sekadar mengalah, tetapi melibatkan sikap saling membantu dan menghormati tanpa memandang perbedaan agama, ras, atau etnis. Ia menyatakan bahwa perbedaan adalah bagian alami dari kehidupan, yang justru memperkaya masyarakat. Dengan populasi yang sangat plural, Indonesia dinilai memiliki potensi besar sebagai contoh dan pendorong aksi-aksi kemanusiaan di dunia.
Ketika Grand Syekh Al Azhar Ahmed Al Tayeb, pemimpin Majelis Hukama Muslimin, mengunjungi Indonesia beberapa waktu lalu, ia menyatakan keinginannya untuk kembali dan membahas hubungan antara agama dan ekonomi. Pertemuan ini direncanakan untuk memperlihatkan bahwa agama dan ekonomi dapat berjalan beriringan, saling mendukung satu sama lain.
Anggota Komite Eksekutif MHM, TGB M. Zainul Majdi, menambahkan bahwa Majelis Hukama Muslimin berfokus pada pembangunan budaya damai, yang memerlukan dialog terbuka, bukan sikap eksklusif. Salah satu hasil nyata dari inisiatif ini adalah Dokumen Persaudaraan Manusia, yang ditandatangani oleh Grand Syekh Al Azhar dan Paus Fransiskus. Dokumen ini dianggap sebagai komitmen kuat dalam sejarah yang menyatakan dedikasi bersama untuk toleransi dan kerja sama demi kesejahteraan umat manusia.
Melalui peran aktifnya dalam mempromosikan dialog dan toleransi, Indonesia diharapkan terus menjadi inspirasi global dalam membangun masyarakat yang damai dan inklusif.
More Stories
Polisi Dalami Kasus Pesta Seks Sesama Jenis di Jakarta Selatan
Sidang Etik Dugaan Pemerasan Eks Kasat Reskrim Jaksel Digelar Minggu Depan
Kasus Mutilasi Mayat dalam Koper di Ngawi: Polda Jatim Libatkan Ahli Forensik untuk Analisis Kejiwaan Pelaku