CENTRALNESIA – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyoroti pentingnya pembangunan budaya hukum yang ramah perempuan di Indonesia sebagai langkah integral dalam mengatasi kekerasan terhadap perempuan. Hal ini diungkapkan oleh anggota Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi, dalam diskusi bertema “Indonesia Darurat Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan”.
Budaya Hukum yang Masih Bermasalah
Menurut Siti Aminah, budaya hukum di Indonesia masih cenderung:
- Menormalkan kekerasan terhadap perempuan: Kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi kerap dianggap wajar atau diabaikan.
- Membenarkan kekerasan secara tidak langsung: Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran gender di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum.
Tantangan Kelembagaan Aparat Penegak Hukum
- Kelembagaan yang Kurang Mendukung:
- Struktur dan sistem penegakan hukum dinilai belum efektif dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
- Sumber daya manusia (SDM) dan kepemimpinan perempuan di lembaga penegak hukum masih terbatas.
- Kurangnya Sarana dan Prasarana:
- Infrastruktur pendukung penanganan kasus kekerasan, seperti ruang layanan yang aman dan fasilitas rehabilitasi korban, belum memadai.
- Fokus pada Materi Hukum Saja:
- Meski ada upaya pembentukan undang-undang yang progresif, perhatian terhadap penguatan kelembagaan hukum sering terabaikan.
Masalah di Lembaga Layanan Korban
Komnas Perempuan juga mencatat bahwa lembaga layanan korban kekerasan, terutama yang berbasis komunitas, menghadapi tantangan besar:
- Jumlah Lembaga yang Menurun:
- Banyak lembaga berbasis komunitas terpaksa tutup karena tidak adanya dana operasional yang memadai.
- Kurangnya Dukungan untuk Layanan Korban:
- Minimnya pusat rehabilitasi dan bantuan hukum menghambat pemulihan korban kekerasan.
Langkah Komprehensif yang Didorong
Siti Aminah menegaskan bahwa penghapusan kekerasan terhadap perempuan harus dilakukan melalui pendekatan yang menyeluruh:
- Meningkatkan Budaya Hukum:
- Edukasi masyarakat untuk mengubah pandangan yang menormalkan kekerasan terhadap perempuan.
- Penguatan Kelembagaan Hukum:
- Peningkatan kualitas SDM, kepemimpinan perempuan, serta sarana dan prasarana lembaga penegak hukum.
- Dukungan untuk Lembaga Layanan:
- Alokasi dana operasional bagi lembaga berbasis komunitas agar dapat terus berfungsi.
Kesimpulan
Penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia memerlukan perubahan sistemik, mencakup perbaikan budaya hukum, penguatan kelembagaan, dan dukungan terhadap layanan korban. “Langkah ini tidak hanya melibatkan penegakan hukum, tetapi juga menciptakan lingkungan yang mendukung korban secara holistik,” ujar Siti Aminah.
Kolaborasi lintas sektor dan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun organisasi komunitas, menjadi kunci untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
More Stories
AS Tolak Resolusi DK PBB tentang Gencatan Senjata di Gaza, Ini Penjelasannya
Polri Ungkap 619 Kasus Judi Online, Tetapkan 734 Tersangka, dan Sita Aset Senilai Rp77,6 Miliar
960.000 Mahasiswa Terlibat Judi Online, Pemerintah Fokus pada Pencegahan dan Penanganan