February 5, 2025

Centralnesia

Pusat Berita, Pusat Informasi

Mengapa Erdogan Kini Menjalin Hubungan dengan Kelompok Kurdi?

Mengapa Erdogan Kini Menjalin Hubungan dengan Kelompok Kurdi?

CENTRALNESIA – Kejutan besar terjadi ketika Devlet Bahceli, pemimpin partai ultranasionalis MHP, tiba-tiba berjabat tangan dengan politisi Kurdi dari partai DEM pada Oktober lalu. Sebelumnya, Bahceli dikenal sering menyerukan pembubaran DEM, yang ia anggap sebagai partai ekstremis kiri pro-Kurdi yang berhubungan dengan kelompok teroris PKK.

Beberapa minggu setelah insiden tersebut, Bahceli mengusulkan agar pemimpin PKK, Abdullah Öcalan, dibebaskan bersyarat jika dia setuju untuk membubarkan PKK. MHP, yang dikenal memiliki ideologi anti-minoritas, memiliki hubungan dengan kelompok sayap kanan ekstrimis “Serigala Abu-abu.” Pada waktu yang sama, Öcalan, yang telah dipenjara sejak 1999, menerima sejumlah keringanan, termasuk kunjungan keluarga setelah 43 bulan tanpa izin.

Turki sebelumnya pernah terlibat dalam negosiasi damai dengan PKK pada 2013, tetapi negosiasi tersebut dibatalkan pada 2015 oleh Presiden Erdogan. Konflik yang sempat mereda kembali membara, dengan pemerintah Turki melancarkan operasi militer di wilayah Kurdi, termasuk Irak utara dan Suriah timur laut, serta menindak politisi Kurdi di dalam negeri.

Langkah Bahceli yang mengusulkan pembebasan Öcalan menimbulkan tanda tanya tentang apa yang sedang direncanakan oleh Ankara. Mengapa pemerintah mendekati Öcalan sementara pada saat yang sama menggugurkan politisi lokal Kurdi yang terpilih? Spekulasi berkembang bahwa pemerintah Turki telah gagal dalam negosiasi rahasia dengan PKK.

Dalam beberapa minggu terakhir, beberapa walikota Kurdi ditangkap atau digeser secara paksa. Salah satunya adalah Ahmet Türk, seorang veteran politik Kurdi yang telah tiga kali terpilih sebagai Wali Kota Mardin namun juga tiga kali diberhentikan. Beberapa pengamat berpendapat bahwa Erdogan tengah berusaha mengendalikan kelompok Kurdi dan DEM untuk memperpanjang masa jabatannya. Langkah tersebut mungkin juga bertujuan untuk memecah oposisi dan mencari jalan untuk mengubah konstitusi agar memungkinkan dirinya untuk memperpanjang masa jabatannya.

Politik regional di Timur Tengah juga memengaruhi kebijakan Turki. Arzu Yilmaz, ilmuwan politik di Universitas Kurdistan Hewler, Irak utara, mencatat bahwa ketidakstabilan di Timur Tengah dan keputusan AS untuk menarik pasukannya dari Irak dan Suriah dapat berpengaruh besar pada keseimbangan kekuasaan di kawasan ini. Setelah kemenangan kembali Donald Trump, hal ini bisa terjadi lebih cepat. Yilmaz mencatat bahwa Turki, meskipun memiliki ambisi, bukan pemain utama di Timur Tengah, dan Ankara mungkin ingin mengubah posisinya.

Bese Hozat, salah satu ketua KCK (organisasi payung PKK), menyatakan bahwa posisi dan pengaruh geopolitik Turki di kawasan sedang melemah, yang menyebabkan pemerintah Turki panik dan mencoba mengeksploitasi pemimpin Kurdi seperti Öcalan untuk keuntungan mereka.

Sementara itu, Presiden Erdogan mengumumkan rencana untuk menutup “kesenjangan keamanan di perbatasan selatan,” yang dapat memicu operasi militer lebih lanjut di Suriah dan Irak. Bagi etnis Kurdi di Irak, situasi mereka relatif stabil berkat perlindungan dalam konstitusi negara, tetapi masa depan wilayah Rojava di Suriah tetap tidak pasti. Rojava telah didukung oleh Amerika Serikat, namun apa yang akan terjadi setelah pasukan AS menarik diri masih menjadi tanda tanya.

Sumber-sumber dekat dengan PKK melaporkan bahwa pekan lalu, partai-partai Kurdi dari Irak, Iran, Suriah, dan Turki mengadakan pertemuan pertama di Brussels untuk membahas situasi di Timur Tengah dan respons terhadap kebijakan Ankara. Hasil dari pertemuan tersebut belum diketahui.

Suku Kurdi, yang merupakan kelompok etnis terbesar tanpa negara sendiri, tersebar di beberapa negara seperti Turki, Irak, Iran, dan Suriah. Komunitas diaspora Kurdi terbesar tinggal di Jerman, dengan sekitar satu juta orang. Komunitas ini telah menyerukan demonstrasi besar pada 16 November di kota Köln untuk memprotes kebijakan pemerintah Turki saat ini.