CENTRALNESIA – Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 telah menetapkan kebijakan penghapusan piutang macet UMKM, yang berlaku mulai April 2025. Langkah ini diharapkan membantu UMKM sektor tertentu—seperti pertanian, perkebunan, peternakan; perikanan dan kelautan; serta industri mode dan kuliner—untuk kembali produktif dan mengakses pembiayaan formal.
Cakupan dan Mekanisme Kebijakan
- Cakupan Sektor
- Kebijakan ini difokuskan pada UMKM di sektor ketahanan pangan dan ekonomi kreatif.
- Batasan Kredit yang Dihapus
- Nilai pokok kredit macet yang dapat dihapus tagih maksimal Rp500 juta per debitur.
- Kredit yang dihapuskan harus telah dihapusbukukan minimal lima tahun, tidak dijamin oleh asuransi, dan memiliki agunan yang tidak layak jual.
- Proses Penghapusan
- Proses penghapusan melibatkan bank-bank BUMN (Himbara) dan lembaga keuangan non-bank setelah melewati verifikasi oleh tim independen.
- Bank tetap memiliki kewajiban untuk mencoba restrukturisasi dan penagihan sebelum menerapkan hapus tagih.
- Pendataan dan Verifikasi
- Kementerian UMKM, Kementerian Keuangan, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membentuk tim verifikasi independen untuk mengevaluasi kelayakan penghapusan piutang.
- Perbaikan Rapor Keuangan
- Data Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) akan diperbarui setelah penghapusan utang, sehingga UMKM dapat kembali mengakses pembiayaan formal.
Manfaat Kebijakan
- Membuka Akses Pembiayaan
- UMKM yang sempat masuk dalam daftar hitam perbankan akibat utang macet kini dapat kembali mengajukan kredit.
- Mendorong Pemulihan Ekonomi
- Kebijakan ini menjadi stimulus penting untuk pertumbuhan UMKM, yang berperan besar dalam menopang ekonomi nasional.
- Memulihkan Sektor Prioritas
- Sektor ketahanan pangan dan ekonomi kreatif yang terdampak pandemi diharapkan bisa bangkit dengan adanya keringanan ini.
Tantangan yang Muncul
- Risiko Moral Hazard
- Dari sisi debitur: Ada potensi debitur sengaja mengulangi kredit macet dengan keyakinan bahwa utangnya akan diputihkan lagi di masa depan.
- Dari sisi bank: Potensi penyalahgunaan oleh oknum perbankan dalam negosiasi atau pelaporan piutang macet.
- Kompleksitas Verifikasi
- Dibutuhkan pengawasan ketat agar hanya UMKM yang benar-benar memenuhi kriteria dan membutuhkan bantuan yang mendapatkan fasilitas ini.
- Keterbatasan Waktu Implementasi
- Proses administrasi seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perbankan sering memakan waktu lama, sehingga memerlukan percepatan tanpa mengorbankan akurasi data.
- Peningkatan Literasi Keuangan
- Tanpa pemahaman yang baik, UMKM berisiko mengulang pola pengelolaan keuangan yang buruk.
Langkah Mitigasi
- Pengawasan Ketat dan Transparansi
- Pemerintah harus memastikan tim verifikasi independen bekerja dengan akuntabilitas tinggi untuk mencegah manipulasi data.
- Sosialisasi yang jelas kepada UMKM tentang mekanisme dan tanggung jawab mereka setelah penghapusan piutang.
- Program Literasi Keuangan
- Peningkatan pemahaman UMKM dalam pengelolaan modal dan kredit sangat diperlukan agar mereka lebih siap menghadapi tantangan finansial.
- Evaluasi Berkelanjutan
- Pemerintah bersama OJK dan lembaga keuangan perlu memantau dampak kebijakan ini serta menyesuaikannya jika ditemukan celah yang memunculkan moral hazard.
Kesimpulan
Kebijakan pemutihan utang macet UMKM melalui PP Nomor 47 Tahun 2024 adalah langkah strategis untuk mendukung pemulihan sektor UMKM yang terdampak pandemi. Namun, keberhasilan kebijakan ini memerlukan pengawasan yang ketat, verifikasi data yang akurat, serta pendampingan berkelanjutan bagi pelaku UMKM untuk memitigasi potensi penyalahgunaan dan memastikan manfaatnya dirasakan oleh pihak yang benar-benar membutuhkan.
More Stories
Kasus Mutilasi Mayat dalam Koper di Ngawi: Polda Jatim Libatkan Ahli Forensik untuk Analisis Kejiwaan Pelaku
Isra Mikraj: Perjalanan Spiritual Melampaui Batas Diri
Kecelakaan Beruntun di Tutugan Leles, Garut: Tidak Ada Korban Jiwa, Polisi Lakukan Penyelidikan